Minggu, 20 Februari 2011

Refleksi 12Tahun Seorang Perantau


Seharusnya tadi malam saya menghadiri undangan kopdar(Kopi darat anggota BBC/Blogger Batam Community) di kediaman dinas Bapak Wakil Walikota Batam di acara makan sate bareng.."nyam-nyam"...tapi berhubung acaranya bertepatan dengan gelaran acara peringtan "Muludan" di mushola sebelah rumah jadi aku nggak ikutan acara makan-makannya, padahal acara ini bagi aku penting juga....sebagai warga pendatang dalam berasimilasi dengan warga tempatan....yah apa mau dikata.

Saat ini adalah saat yang penting dalam hidup aku, tepatnya tanggal 14 februari kemarin...bukan karena acara valentinan sih, tapi tanggal itu adalah tepat 12 tahun aku hidup sebagai perantau di pulau Batam ini, menginjakan kaki pertama kali dipelabuhan sekupang seiring dengan harapan yang menggumpal untuk meraih masa depan agar hidup tidak seperti hari kemarin yang penuh dan selalu kekurangan.

Tempat yang pertama dituju adalah "Batu besar"(dalam bayanganku didaerah ini ada sebuah batu yang sangat besar hingga dinamakan Batu besar.....ternyata tidak)...sebuah kelurahan di pinggiran pulau Batam yang akan aku jadikan tempat singgah pertama kali. Sepanjang perjalanan dari Sekupang ke Batubesar adalah perjalanan yang membuatku kecewa...karena pulau Batam yang tadinya (waktu di kampung) aku bayangkan seperti kota-kota besar lainnya di Indonesia (bahkan lebih karena berdekatan dengan negara jiran Singapura) ternyata tidak lebih baik dari kampung halamanku. hampir sepanjang perjalanan yang kulihat di kanan dan kiri adalah hutan belantara...dalam hati selalu bertanya..."mana kotanya?"...."kapan sampai kekotanya?"...namun pertanyaan tiada kunjung terjawab hingga sampai ditempat tujuan di perumahan citra mas batu besar.

Malam itu aku tidak bisa tidur...aku masih kaget dengan suasana yang aku alami dan berfikir....jangan-jangan Pulau Batam adalah pulau tempat transmigrasi sama seperti pulau-pulau yang lain di luar pulau jawa....tapi katanya Pulau Batam adalah Pulau Industri....tapi dimana Industrinya....bermacam pertanyaan dan keanehan aku rasakan sepanjang malam itu sampai pagi menjelang.

Tidak ingin berlama-lama dirumah orang, akhirnya pagi harinya aku mencari rumah kontrakan, seharian keliling...tidak kunjung dapat juga hingga akhirnya (setelah 2 hari) dapat juga kontrakan rumah di daerah kampung melayu masih di wilayah kelurahan batu besar di kediaman Datuk Anjang...(rumah yang aku tempati...sudah hancur terkena air pasang /tsunami kecil karena rumah ini hanya 5 meter dari bibir laut).

Setelah aku mendapatkan kontrakan, mulailah aku kerjakan rencana selanjutnya....mencari pekerjaan di Pulau yang terkenal ke seantero nusantara sebagai pulau industri hasil dari buah pikir Bapak Habiebie....

bersambung......


Bagikan
Continue Reading...

Minggu, 06 Februari 2011

Legenda Sungai Jodoh


Pada suatu masa di pedalaman pulau Batam, ada sebuah desa yang didiami seorang gadis yatim piatu bernama Mah Bongsu. Ia menjadi pembantu rumah tangga dari seorang majikan bernama Mak Piah. Mak Piah mempunyai seorang putri bernama Siti Mayang. Pada suatu hari, Mah Bongsu mencuci pakaian majikannya di sebuah sungai. Ular! teriak Mah Bongsu ketakutan ketika melihat seekor ulat mendekat. Ternyata ular itu tidak ganas, ia berenang ke sana ke mari sambil menunjukkan luka di punggungnya. Mah Bongsu memberanikan diri mengambil ular yang kesakitan itu dan membawanya pulang ke rumah.

Mah Bongsu merawat ular tersebut hingga sembuh. Tubuh ular tersebut menjadi sehat dan bertambah besar. Kulit luarnya mengelupas sedikit demi sedikit. Mah Bongsu memungut kulit ular yang terkelupas itu, kemudian dibakarnya. Ajaib, setiap Mah Bongsu membakar kulit ular, timbul asap besar. Jika asap mengarah ke Negeri Singapura, maka tiba-tiba terdapat tumpukan emas berlian dan uang. Jika asapnya mengarah ke negeri Jepang, mengalirlah berbagai alat elektronik buatan Jepang. Dan bila asapnya mengarah ke kota Bandar Lampung, datang berkodi-kodi kain tapis Lampung. Dalam tempo dua, tiga bulan, Mah Bongsu menjadi kaya raya jauh melebihi Mak Piah Majikannya.

Kekayaan Mah Bongsu membuat orang bertanya-tanya. Pasti Mah Bongsu memelihara tuyul, kata Mak Piah. Pak Buntal pun menggarisbawahi pernyataan istrinya itu. Bukan memelihara tuyul! Tetapi ia telah mencuri hartaku! Banyak orang menjadi penasaran dan berusaha menyelidiki asal usul harta Mah Bongsu. Untuk menyelidiki asal usul harta Mah Bongsu ternyata tidak mudah. Beberapa dari orang dusun yang penasaran telah menyelidiki berhari-hari namun tidak dapat menemukan rahasianya.
Yang penting sekarang ini, kita tidak dirugikan, kata Mak Ungkai kepada tetangganya. Bahkan Mak Ungkai dan para tetangganya mengucapkan terima kasih kepada Mah Bongsu, sebab Mah Bongsu selalu memberi bantuan mencukupi kehidupan mereka sehari-hari. Selain mereka, Mah Bongsu juga membantu para anak yatim piatu, orang yang sakit dan orang lain yang memang membutuhkan bantuan. Mah Bongsu seorang yang dermawati, sebut mereka.

Mak Piah dan Siti Mayang, anak gadisnya merasa tersaingi. Hampir setiap malam mereka mengintip ke rumah Mah Bongsu. Wah, ada ular sebesar betis? gumam Mak Piah. Dari kulitnya yang terkelupas dan dibakar bisa mendatangkan harta karun? gumamnya lagi. Hmm, kalau begitu aku juga akan mencari ular sebesar itu, ujar Mak Piah.
Mak Piah pun berjalan ke hutan mencari seekor ular. Tak lama, ia pun mendapatkan seekor ular berbisa. Dari ular berbisa ini pasti akan mendatangkan harta karun lebih banyak daripada yang didapat oleh Mah Bongsu, pikir Mak Piah. Ular itu lalu di bawa pulang. Malam harinya ular berbisa itu ditidurkan bersama Siti Mayang. Saya takut! Ular melilit dan menggigitku! teriak Siti Mayang ketakutan. Anakku, jangan takut.

Bertahanlah, ular itu akan mendatangkan harta karun, ucap Mak Piah.

Sementara itu, luka ular milik Mah Bongsu sudah sembuh. Mah Bongsu semakin menyayangi ularnya. Saat Mah Bongsu menghidangkan makanan dan minuman untuk ularnya, ia tiba-tiba terkejut. Jangan terkejut. Malam ini antarkan aku ke sungai, tempat pertemuan kita dulu, kata ular yang ternyata pandai berbicara seperti manusia. Mah Bongsu mengantar ular itu ke sungai. Sesampainya di sungai, ular mengutarakan isi hatinya. Mah Bongsu, Aku ingin membalas budi yang setimpal dengan yang telah kau berikan padaku, ungkap ular itu. Aku ingin melamarmu untuk menjadi istriku, lanjutnya. Mah Bongsu semakin terkejut, ia tidak bisa menjawab sepatah katapun. Bahkan ia menjadi bingung.

Ular segera menanggalkan kulitnya dan seketika itu juga berubah wujud menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa. Kulit ular sakti itu pun berubah wujud menjadi sebuah gedung yang megah yang terletak di halaman depan pondok Mah bongsu. Selanjutnya tempat itu diberi nama desa Tiban asal dari kata ketiban, yang artinya kejatuhan keberuntungan atau mendapat kebahagiaan.

Akhirnya, Mah Bongsu melangsungkan pernikahan dengan pemuda tampan tersebut. Pesta pun dilangsungkan tiga hari tiga malam. Berbagai macam hiburan ditampilkan. Tamu yang datang tiada henti-hentinya memberikan ucapan selamat.

Dibalik kebahagian Mah Bongsu, keadaan keluarga Mak Piah yang tamak dan loba sedang dirundung duka, karena Siti Mayang, anak gadisnya meninggal dipatuk ular berbisa.

Konon, sungai pertemuan Mah Bongsu dengan ular sakti yang berubah wujud menjadi pemuda tampan itu dipercaya sebagai tempat jodoh. Sehingga sungai itu disebut Sungai Jodoh.

Dasar sumber cerita : http://www.e-smartschool.com/cra/001/CRA0010014.asp



Bagikan
Continue Reading...
 

cerita dari pulau Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template